A.
DEFINISI
Isolasi
sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi
sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi
soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).
Isolasi
sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu
keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin,
1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna
Kelliat,2006).
B.
ETIOLOGI
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi
sosial adalah:
a. Faktor
Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas
yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa
tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang
lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap
perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari:
1) Masa
Bayi
Bayi
sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa
aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan
mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa
Kanak-kanak
Anak
mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.
Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal
ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten
dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh
menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan
pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi
dengan orang lain.
3) Masa
Praremaja dan Remaja
Pada
praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari
perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan
teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada
hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat
mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa
Dewasa Muda
Individu
meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara
teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa
Dewasa Tengah
Individu
mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas
baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan
anak.
6) Masa
Dewasa Akhir
Individu
akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan
orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya
kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor
Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah
komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.
1) Sikap
bermusuhan/hostilitas
2) Sikap
mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu
mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
4) Kurang
kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka,
terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi
emosi yang tinggi
6) Double
bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor
Sosial Budaya
Isolasi
sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif
diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor
Biologis
Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor
Presipitasi
Stresor
presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor
Sosial Budaya
Stresor
sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor
Biokimia
1) Teori
dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus
saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya
MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam otak.
Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin,
maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor
endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral
hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor
Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa
peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi
antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor
Psikologis
Kecemasan
yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut
teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.
Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress.
Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak
pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut
Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi
koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai
berikut:
1)
Tingkah laku curiga: proyeksi
2)
Dependency: reaksi formasi
3)
Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
4)
Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
5)
Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
6)
Skizoprenia: displacement, projeksi,
intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
C.
POHON
MASALAH
Sumber: (Keliat, 2006)
D.
TANDA DAN GEJALA
Menurut
Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:
1.
Pasien menceritakan perasaan kesepian atau
ditolak oleh orang lain
2.
Pasien merasa tidak aman berada dengan orang
lain
3.
Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang
berarti dengan orang lain
4.
Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5.
Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat
keputusan
6.
Pasien merasa tidak berguna
7.
Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
E.
PENATALAKSANAAN
1.
Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu
bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic
(Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol
(HLP)
Berdaya
berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi,
gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil
(THP)
Segala
jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping
diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi
Individu
Terapi
individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3.
Terapi kelompok
Menurut
(Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi
secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity
Daily Living (ADL)
Adalah
tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang
meliputi:
1) Bangun
tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang
air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu
mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah
mandi.
4) Ganti
pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
5) Makan
dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah
makan dan minum.
6) Menjaga
kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan
diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan
lain-lain.
7) Menjaga
keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam
sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi
tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada
pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena
sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini
yang dinilai bukan gejala insomnia(gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah
laku sosial
Adalah
tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak
sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan
kawannya dan sebagainya.
2) Kontak
sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya,
bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak
mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain
seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4) Bergaul,
yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain
secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi
tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus
dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan
santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga
kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan
diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan,
tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
F.
NURSING CARE PLANING
1.
Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
klien
b. Keluhan
utama
c. Factor
predisposisi
kehilangan
, perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis
,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial.Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
d. Aspek
fisik/biologis
e. Aspek
Psikososial
1)
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2)
Konsep diri
a) Citra
tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang
akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang
tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
b)
Identitas diri
Ketidak
pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan .
c)
Peran
Berubah
atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus
sekolah, PHK.
d)
Ideal diri
Mengungkapkan
keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
e)
Harga diri
Perasaan
malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya
diri.
·
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok
yang diikuti dalam masyarakat.
·
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan
untuk ibadah ( spritual)
f)
Status mental
Kontak
mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang
lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
g)
Kebutuhan persiapan pulang
h)
Mekanisme koping
Klien
apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang
lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
i)
Aspek medik
Terapi
yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Resiko
perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
b. Isolasi
sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
c.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping defensif.
RENCANA
TINDAKAN
|
||
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
Isolasi Sosial
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama3 x 24 jam Klien
dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun secara
berkelompok dengan kriteria hasil :
§ Klien dapat membina hubungan saling percaya.
§ Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
§ Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain.
§ Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
§ Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain
secara bertahap.
§ Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
|
TINDAKAN
PSIKOTERAPEUTIK
§ Klien
SP
1
o Bina hubungan
saling percaya
o Identifikasi
penyebab isolasi sosial
SP
2
o Diskusikan
bersama Klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
o Ajarkan kepada
Klien cara berkenalan dengan satu orang
o Anjurkan kepada
Klien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
SP 3
o Evaluasi
pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Beri kesempatan
pada Klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang
o Ajarkan Klien
berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik tertentu
o Anjurkan kepada
Klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
SP 4
o Evaluasi
pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang
obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek samping obat)
o Anjurkan Klien
memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian
dirumah
o Anjurkan Klien
untuk bersosialisasi
dengan orang lain
§ Keluraga
o Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat
Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial
yang dialami Klien dan proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Beri
obat-obatan sesuai program
§ Pantau
keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
§ Ukur vital sign
secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
§ Libatkan dalam
makan bersama
§ Perlihatkan
sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi sering
§ Berikan
reinforcement positif setiap Klien berhasil melakukan suatu tindakan
§ Orientasikan
Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya
|
Gangguan konsep
diri: harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu :
koping defensif.
|
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan selama 3 x pertemuan klien mempunyai konsep diri yang positif
dengan criteria hasil:
§ Dapat
membina hubungan saling percaya
§ Dapat
mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki
§ Dapat
mengembangkan kemampuan yang telah diajarkan
§ Dapat
terlibat dalam terapi aktivitas kelompok orientasi realita dan stimulasi
persepsi
§ Dapat
mengikuti aktivitas di rumah
§ Dapat
minum obat dengan bantuan minimal
|
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Pasien:
§ Bina
hubungan saling percaya
§ Identifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien (individu, keluarga, dan
masyarakat)
§ Antu
klien menilai kemampuan klien yang dapat digunakan
§ Bantu
klien memilih kegiatan dan melatih sesuai dengan kemampuan klien
§ Melatih
kemampuan kedua
§ Anjurkan
klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Keluarga:
§ Diskusikan
masalah yang dirasakan keluargadalam merawat klien
§ Jelaskan
pengertian, tanda, dan gejala harga diri rendah yang dialami klien beserta
proses terjadinya
§ Jelaskan
cara-cara merawat klien harga diri rendah
§ Latih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien harga diri rendah dirumah
§ Bantu
keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
§ Jelaskan
follow up klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Berikan
obat-obatan sesuai program pengobatan klien
§ Pantau
keefektifan dan efek samping obat yang diminum
§ Ukur
VS secara periodic
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
§ Bersikap
menerima klien dan negativismenya
§ Libatkan
klien dalam setiap aktivitas dirumah dan di lingkungan
§ Beri
kesempatan pada klien untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya sendiri
misalnya merapikan tempat tidur, membersihkan alat makan, dan minum obat
§ Berikan
umpan balik positif untuk tugas-tugas yang dilakukan secara mandiri
|
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar
Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa .
Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp.
(2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/
Nita
Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep,
Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.
Komentar
Posting Komentar