Langsung ke konten utama

PENGKAJIAN DAN PENCEGAHAN JATUH PADA LANSIA





PENGKAJIAN DAN PENCEGAHAN JATUH PADA LANSIA

FAKTOR RISIKO
            Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
  1. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif (Tinetti, 1992). Gangguan sensorik tersebut menyebabkan  hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
  1. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon  tidak baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992).
  1. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko jatuh.
  1. Muskuloskeletal (Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987; Brocklehurs, 1987).
Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar-benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
*      Kekakuan jaringan penghubung
*      Berkurangnya massa otot
*      Perlambatan konduksi saraf
*      Penurunan visus/lapang pandang
*      Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
*      Penurunan range of motion (ROM) sendi
*      Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah
*      Perpanjangan waktu reaksi
*      Kerusakan persepsi dalam
*      Peningkatan postural sway (goyangan badan)
Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah/terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian tiba-tiba, sehingga memudahkan jatuh.
Secara singkat faktor risiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: (Kane, 1994)
1.      faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)
2.      faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)



Faktor Intrinsik                                                                       Faktor Ekstrinsik
Kondisi fisik dan                                                     Obat-obat yang diminum
Neuropsikiatrik                                                          

                                                    FALLS
Penurunan virus dan                 (JATUH)                   Alat-alat bantu berjalan
Pendengaran                          







 
    Perubahan neuro muskuler                                             Lingkungan yang tidak)
        gaya berjalan dan reflek                                             mendukung(berbahaya
   postural karena proses menua





PENYEBAB-PENYEBAB JATUH PADA LANSIA
            Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara lain: (Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987; Brocklehurs, 1987).
1. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)
*                              Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung
*      Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh
2. Nyeri kepala dan atau vertigo
3. Hipotensi orthostatic
*                              Hipovilemia / curah jantung rendah
*                              Disfungsi otonom
*                              Penurunan kembalinya darah vena ke jantung
*                              Terlalu lama berbaring
*                              Pengaruh obat-obat hipotensi
*                              Hipotensi sesudah makan
4. Obat-obatan
§ Diuretik/antihipertensi
§ Antidepresen trisiklik
§ Sedativa
§ Antipsikotik
§ Obat-obat hipoglikemia
§ Alkohol
5. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit-penyakit akut seperti:
*      Kardiovaskuler          : - aritmia
-    stenosis aorta
-    sinkope sinus carotis
*                              Neurologi                   : - TIA
-    stroke
-    serangan kejang
-    Parkinson
-    Kompresi saraf spinal karena spondilosis
-    Penyakit serebelum
6. Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
7. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba
- Drop attack (serangan roboh)
            - Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
            - Terbakar matahari

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG SERING DIHUBUNGKAN DENGAN KECELAKAAN DENGAN LANSIA
1. alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah
2. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
3. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang
-          Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
-          Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser
-          Lantai yang licin atau basah
-          Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
-          Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya

FAKTOR-FAKTOR SITUASIONAL YANG MUNGKIN MEMPRESIPITASI JATUH ANTARA LAIN: (Reuben, 1996; Campbell, 1987)
1.      Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali (5%), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering  terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
2.      Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang
3.      Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba-tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain-lain.

KOMPLIKASI
            Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti: (Kane, 1994; Van-der-Cammen, 1991)
1)      Perlukaan (injury)
- Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena
-     Patah tulang (fraktur) :
*      Pelvis
*      Femur (terutama kollum)
*      Humerus
*      Lengan bawah
*      Tungkai bawah
*      Kista
-     Hematom subdural
2)      Perawatan rumah sakit
-    Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
-    Risiko penyakit-penyakit iatrogenik
3)      Disabilitas
-    Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
-    Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak
4)      Risiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan (nursing home)
5)      Mati

PENCEGAHAN
            Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan.
            Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : (Tinetti, 1992; Van-der-Cammen, 1991; Reuben, 1996)
1.      Identifikasi faktor resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari / menyebabkan jatuh.
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga yangsudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
Obat-obatan yang menyebabkanhipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
2.      Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan (gait) juga harus dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
3.      Mengatur / mengatasi fraktur situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut, penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK
            Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini : (Kane, 1994; Fischer, 1982)
  1. Riwayat Penyakit (Jatuh)
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :
1.      Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi  badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba-yiba atau aktivitas lain
2.      Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
3.      Kondisi komorbid yang relevan :pernah stroke,Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
4.      Review obat-obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
5.      Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat-tempat kegiatannya.
  1. Pemeriksaan Fisik
1.      Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan (panas/hipotermi)
2.      Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
3.      Jantung : aritmia, kelainan katup
4.      Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
5.      Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki (podiatrik), deformitas.
  1. Assesmen Fungsional
Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :
1.      Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangku dari duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan, ketika mau duduk dibawah.
2.      Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu, memakai kursi roda atau dibantu
3.      Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.

PENATALAKSANAAN (Reuben, 1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992)
            Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan kepercayaan diri  penderita.
            Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
            Penatalaksanaan bersifatindividual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.
            Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus-menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
            Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan  untuk mengatasi/mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
            Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll.
            Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.


KESIMPULAN
            Jatuh merupakan salah satu geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut, penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif, sistem syaraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat rumah tangga yang tua/tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata, dll).
            Jatuh sering mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian, oleh karena itu harys dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang,dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, serta mengatur/mengatasi faktor situasional.
            Pada prinsipnya mencegah terjadinyajatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama daripada mengobati akibatnya.







REFERENSI:
Gallo,Joseph.1998.Buku Saku Gerontologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC
Nugroho, Wahjudi.1995.Perawatan Lanjut Usia.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP Bladder Training

Bladder Training 1.       Persiapan Alat ü   Klem kateter/ klem arteri ü   Penampung urin (pispot) ü   Alat pelindung diri (APD) 2.       Tahap Pra Interaksi ü   Verifikasi order : akan melakukan bladder training pada klien Ibu M. ü   Siapkan alat-alat ü   Siap bertemu dengan klien 3.       Tahap Orientasi ü   Berikan salam, panggil klien dengan nama serta memperkenalkan diri (“permisi Ibu< benar ini dengan Ibu M? oiyah baiklah ibu, perkenalkan ibu saya perawat Neza yang hari ini bertugas hari ini dari pukul 08.00 hingga pukul 14.00 siang nanti”) ü   Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien dan keluarga (“Ibu , tujuan saya kesini yaitu akan melakukan bladder training, maksudnya yaitu ibu sedang terpasang selang pipis jadi agar ibu tidak terlalu bergantung dengan selang pipis maka akan saya latih pelan-pelan agar mampu nanti nya pipis dengan lancer dan normal apabila selang pipis telah dilepaskan. Mengingat kondisi ibu yang sudah semakin m

Laporan Pendahuluan Kebutuhan aman dan Nyaman :Nyeri Akut

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN : NYERI AKUT A.       DEFINISI Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, yang bersifat subyektif, yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan dan potensial kerusakan (Internasional Assosiation for the Study of Pain [IASP], 2012). Nyeri bersifat sangat individual yang dipengaruhi aspek biologi, sosial, dan spiritual. Sedangkan menurut NANDA Nursing Diagnosis (2011), nyeri adalah ketidaknyamanan sendori dan pengalaman emosional disebabkan adanya kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial. Secara umum, nyeri dikategorikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Menurut NANDA (2011) nyeri akut adalah nyeri kurang dari 6 bulan dan nyeri Kronis adalah nyeri dengan durasi lebih dari 6 bulan. Pengkategorian tersebut sesuai dengan Smeltzer dan Barae (2010) bahwa nyeri dinyatakan kronis jika telah timbul selama 6 bulan atau lebih, terlalu lama untuk mengungkapkan bahwa nyeri termasuk nyeri kro

Laporan Pendahuluan Kebutuhan Pola Eliminasi

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN POLA ELIMINASI : DIARE A.       DEFINISI Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan dapat melalui urine atau bowel. (Tarwoto&Wartonah, 2006). Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti. Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses). Pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson& Weigley, 1989). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi de